Pengalaman di Jepang – Bahasa

Oleh: Chika Imelda Handojono| 11801399333

Selama kurang lebih 3 minggu beradaptasi dengan kehidupan baru di Wakayama, Jepang, lumayan banyak pengalaman unik yang saya dapatkan. Bahasa, salah satunya. Sampai sekarang, logat Kansai yang terkenal itu masih belum sampai di telinga saya, karena tentu saja di sekolah kami menggunakan bahasa Jepang yang formal, seperti yang ada di Tokyo. Di kelas saya yang sekarang, saya merasa cukup nyaman dan kecepatan belajarnya bisa diikuti dengan baik. Pernah waktu pertama kali masuk, saya sempat salah kelas ke kelas atas (setara dengan N1). Beberapa hari yang lalu saya juga disuruh untuk memasuki satu kelas yang tingkatannya lebih tinggi daripada kelas saya sekarang. Kelas tersebut merupakan kelas yang setara dengan N2, hanya saja mulai dari bab 18 dan sedikit lebih cepat daripada kelas saya yang lama. Karena merasa harus memahami materi N2 dari awal, saya memutuskan untuk kembali ke kelas awal.

Belajar bahasa Jepang dengan orang Jepang langsung merupakan hal yang susah susah gampang. Sisi positifnya, sekalipun masih kurang mengerti atau kurang paham, bisa langsung Tanya ke sumbernya, dalam halini orang jepang sendiri. Dengan kondisi setelah libur panjang dan langsung mengerjakan placement test sehari setelah sampai, jujur saja, badan dan kepala tersasa sangat lelah. Untung saja saya mendapat kelas 中級上 yang ada di pagi hari. Sisanya mendapat kelas siang yang langsung dimasuki setelah placement test tersebut sementara saya masuk kelas di esok harinya.

Memang, salah satu halangan jika pergi negara lain adalah bahasa. Tidak bisa dipungkiri, saya juga merasakan hal yang sama. Banyak sekali kosa kata yang tidak saya mengerti atau baru pertama kali saya dengar. Saat berbicara dengan orang Jepang pun, kecepatan berbicara mereka juga berbeda-beda. Ada yang mengerti kalau saya adalah orang asing dan menggunakan bahasa Jepang yang mudah dimengerti serta berbicara dengan kecepatan normal, namun ada yang berbicaranya cepat dan terdengar seperti berkumur-kumur sehingga saya hanya bisa menjawabnya dengan ‘hai’ atau sekedar menganggukan kepala dengan muka bengong. Mungkin karena telinga kita belum terbiasa. Setiap hari selalu mendengarkan bahasa Indonesia, lalu tiba-tiba datang dan menetap di lingkungan asing.

Untuk berbicaranya, saya masih terlalu terikat dengan berbagai teori tata bahasa yang sudah saya pelajari selama ini. Padahal dalam praktek pun, orang Jepang sendiri terkadang suka mengesampingkan tata bahasa dan langsung berbicara saja. Yang penting maknanya tersampaikan.

Masih banyak hal-hal yang harus saya pelajari dan jelajahi selama berada di sini. Petualangan dan pengalaman unik menunggu di hari yang baru!

chika 1

Chika Imelda Handojono