Susahkah Berkomunikasi?

Komunikasi merupakan bagian dari rutinitas kita sehari-hari sebagai makhluk sosial. Komunikasi dilakukan oleh manusia untuk dapat berinteraksi dan bertahan hidup di dalam kelompok sosialnya. Budaya yang melatarbelakangi sebuah kelompok sosial sedikit banyak memberikan pengaruh dalam cara berkomunikasi bagi anggota kelompoknya. Bagaimana halnya dengan komunikasi lintas budaya? Bagi beberapa orang yang menguasai bahasa asing selain bahasa ibu, tentu sedikit banyak dapat memahami perbedaan yang dirasakan ketika menggunakan bahasa tersebut sebagai alat komunikasi.  Salah satunya adalah budaya dari negara setempat. Bahasa Jepang memiliki ciri khas dimana budaya memberikan pengaruh yang besar dalam penggunaan bahasa.

Hall dalam Nishimura (2008) membedakan budaya dalam berkomunikasi menjadi 2 kelompok yaitu high context culture dan low context culture. Pembagian ini bertujuan untuk memahami perbedaan yang mendasar dalam hal gaya komunikasi dan isu mengenai budaya. Gaya berkomunikasi merujuk pada cara atau pola seseorang mengungkapkan sesuatu. Cara berkomunikasi ini menjadi tipikal atau ciri khas yang langsung mendefinisikan bahwa sang petutur merupakan anggota kelompok dari suatu bangsa misalkan bangsa  Jepang. Gaya komunikasi di negara Jepang sangat erat kaitannya dengan bahasa Jepang. Hall and Hall dalam Nishimura (2008) mengungkapkan bahwa negara Jepang termasuk dalam golongan high context culture country. Karakteristik high context culture country, diantaranya adalah cara berkomunikasi yang tidak langsung, tidak terlalu banyak menggunakan kata-kata, ada ketergantungan terhadap isyarat yang bersifat kontekstual, menghindari untuk menyebutkan nama secara langsung, menghargai ketenangan dan akan memberikan kesempatan kepada lawan bicara menyelesaikan pembicaraanya sebelum memberikan tanggapan. Selain itu cara berkomunikasi negara yang tergolong dalam kelompok ini dipengaruhi oleh kedekatan dari hubungan antara manusia, hirarki sosial yang sangat terstruktur dengan baikdan juga norma sosial yang kuat. Sedangkan sebaliknya, karakterisitik negara yang tergolong dalam kelompok low culture context adalah komunikasi langsung, menggunakan kata-kata yang sangat jelas mudah dipahami maksudnya, terbuka, maksud yang ingin disampaikan tergambar dengan sangat jelas melalui bahasa dan kata-kata yang dipakai. (Nishimura, Nevgi & Tella, 2008) Dengan penjelasan dari Hall tersebut diatas, tidak menjadi suatu hal yang mengherankan jika kita berkomunikasi dengan orang Jepang, kondisi-kondisi tersebutlah yang akan kita alami. Ada sebuah istilah yaitu “reading the air”, yang dimaksudkan kita harus bisa membaca situasi karena ada banyak hal yang tidak dapat diungkapkan dengan kata-kata oleh orang Jepang. Jadi, susahkah berkomunikasi? Saya rasa tidak, dengan catatan pahamilah budayanya sehingga kita berhasil mendapatkan tujuan dari komunikasi yang kita lakukan. (ECM)

 

Sumber:

Nishimura, S., Nevgi, A.,& Tella, S.(2008). Communication Style and Cultural Features in High/Low Context Communication Cultures: A Case Study of Finland, Japan and India. Proceeding of a subject-didactic symposium in Helsinki on Feb. 2, 2008. Part 2(pp. 783-796). University of Helsinki. Department of Applied Sciences of Education Research Report. http://www.seppotella. Fi/nishimuranevgitella299.pdf

Elisa Carolina Marion, S.S, M.Si