Pengalaman dengan Budaya Populer Jepang

Awal perkenalan saya dengan budaya populer Jepang sejak saya SMP, yaitu anime atau film animasi Jepang di tahun 1980-an. Ketika saya menonton anime ada ketertarikan sangat besar terhadap karakter-karakter dan jalan cerita dari anime tersebut. Candy Candi, Voltus 5, GodSigma, StarZinger, dan sebagainya, adalah beberapa judul anime yang menemani saya menginjak remaja.

Kisah-kisah kepahlawanan yang diartikulasikan dalam bentuk robot besar sebagai pasukan pembela kebenaran. Ideologi semacam itu yang saya encode ke dalam kehidupan saya ketika menonton anime genre meccha tersebut. Kemudian, ketika beranjak usia puber saya mulai mengenal komik Jepang atau manga dalam bahasa Jepang.  Melalui manga ini kecintaan saya terhadap budaya populer Jepang semakin berkembang.

Manga yang diimpor dari Jepang ini diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. manga seperti Candy Candy, kungfu Boy, dan berbagai macam shoujo manga lainnya menemani saya dalam pertumbuhan menjadi dewasa. Rasa ketertarikan ini akhirnya menjadi salah satu motivasi saya untuk memahaminya lebih mendalam lagi, maka ketika saya lulus program magister di kajian wilayah Jepang Universitas Indonesia, saya melakukan penelitian mengenai manga.

Penelitian saya mengenai manga memberikan kesempatan bagi saya untuk pergi ke Jepang selama tiga minggu untuk melakukan penelitian disana. Bagi seseorang sejak kecil sangat ingin pergi ke Jepang, kesempatan ini adalah kesempatan bagai mendapatkan durian runtuh. Bisa menginjakkan kaki ke negara yang menciptakan anime dan manga, sungguh merupakan pengalaman yang sangat luar biasa.

Setelah selesai menjadi asisten peneliti di Pusat Studi Jepang selama dua tahun, ketertarikan saya terhadap budaya populer masih saja besar. Kemudian, saya bersama ketiga teman membentuk kenkyukai budaya populer Jepang bernama JAYAPOKEN. Kami berempat berusaha mendapatkan pemahaman mengenai budaya populer Jepang melalui latar belakang pendidikan dan sudut pandang keilmuan kita masing-masing. Setelah berjalan hampir tiga tahun mungkin pengetahuan kami mengenai budaya populer Jepang baru saja mencapai beberapa lapisan saja sehingga membutuhkan jam terbang lebih lama lagi dalam meneliti budaya populer Jepang.

Sampai saat ini, saya masih mendalami budaya populer Jepang, hanya saja lebih difokuskan pada topik mengenai gender yang diartikulasikan ke dalam produk original maupun hybrid budaya pop Jepang.

 

Putri Andam Dewi