Menikmati Indahnya Memandangi Rembulan dalam Tradisi Tsukimi

Pernahkah kalian mendengar istilah Tsukimi? Tradisi Tsukimi atau Otsukimi adalah sebuah tradisi memandang bulan di Jepang, cukup unik bukan? Dalam bahasa Indonesia, kata Tsukimi berarti “memandang bulan” (月”tsuki”yang berarti bulan dan見”mi” yang berarti melihat).Tsukimi merupakan salah satu perayaan musiman yang diadakan pada musim gugur, biasanya diadakan antara akhir September dan awal Oktober (tanggal diadakannya bisa berbeda tiap tahun), lebih tepatnya di hari ke-15 pada bulan ke-8 menurut kalender bulan (Lunar Calendar). Perayaan Tsukimi tahun ini diadakan pada tanggal 1 Oktober. Alasan dirayakannya pada hari ini adalah karena posisi bumi dan matahari, pada saat ini bulan berada di posisi terbaik untuk diamati pada belahan bumi bagian utara.  Bulan purnama pada saat ini dikatakan lebih cerah dan lebih indah dari biasanya.

Salah satu makanan khas saat Tsukimi, Tsukimi Dango

 

Pada awal mulanya, tradisi Tsukimi merupakan salah satu tradisi yang berasal dari China yang dibawa ke Jepang lebih dari 1500 tahun yang lalu pada zaman Nara (710-794) dan Heian (794-1185). Pada waktu itu, hanya kaum bangsawan Jepang saja yang bisa merayakannya, mereka mengadakan perjamuan selama Tsukimi dengan memainkan musik dan menuliskan puisi dibawah sinar rembulan. Biasanya diadakan di atas perahu, untuk melihat pantulan cahaya bulan di atas air.

Kemudian pada zaman Edo (1603-1868) mulai ada berbagai variasi dalam perayaannya dan Tsukimi menjadi salah satu festival populer yang dirayakan oleh semua orang, meskipun tidak semua orang mampu untuk mencari tempat duduk di atas perahu untuk sekedar membaca puisi sehingga masyarakat mulai mengadakan perayaan yang lebih sederhana untuk merayakan Tsukimi. Saat itulah Tsukimi digabungkan dengan festival musim gugur dimana hasil panen baru dipersembahkan kepada para dewa sebagai ucapan terima kasih untuk tahun itu dan sebagai permintaan agar hasil panen tahun berikutnya juga melimpah.Seiring berjalannya waktu, Tsukimi sendiri menjadi perayaan untuk menujukkan appresiasi atas melimpahnya hasil panen.

Ada yang mengatakan bahwa tradisi Tsukimi berhubungan dengan suatu legenda tentang dua ekor kelinci di bulan yang membuat mochi. Menurut legenda ini, ketika melihat bulan purnama pada malam ini, kalian bisa melihat ada dua kelinci sedang membuat mochi dengan pemukul mochi. Di dalam cerita versi China, yang disiapkan oleh kelinci adalah ramuan keabadian, biasanya dikaitkan dengan Chang’e, Dewi Bulan di China.

Semua orang Jepang tahu tentang cerita kelinci yang membuat mochi di Bulan, tetapi banyak yang tidak tahu dari mana legenda ini berasal karena adanya kelinci di Bulan.

Bertahun-tahun yang lalu, seekor kera, rubah dan kelinci bertemu dengan seorang pak tua di hutan. Pak tua tadi berkata kepada mereka bahwa ia kelaparan, dan meminta kepada mereka untuk mencarikan sesuatu yang bisa dimakan untuknya. Si kera pergi ke gunung dan membawa berbagai macam buah dan kacang. Sang rubah pergi ke sungai dan membawa ikan. Tetapi si kelinci, walaupun ia berusaha keras ia tidak dapat membawa apapun. Setelah berfikir tentang itu, kelinci menawarkan dirinya sebagai makanan dengan melompat ke dalam api. Pak tua tadi, yang tenyata merupakan dewa bulan tersentuh dengan sikap kelinci dan membangkitkannya di bulan sehingga ia bisa hidup disana selamanya.

Kemungkinan alasan mengapa orang Jepang melihat kelinci menguleni mochi adalah karena proses menguleni mochi dalam bahasa jepang disebut “ 餅つき, mochitsuki” yang kebetulan sama dengan kata bulan purnama (望月”mochidzuki” full moon) , yang tulisan kanjinya bebeda tetapi memiliki pengucapan yang sama. Karena hal ini, dalam perayaan Tsukimi terdapat suatu makanan yang bernama Tsukimi Dango (mochi yang disusun seperti piramid), sama seperti mochi yang dibuat oleh kelinci di bulan.