Dari Kyoto ke Nobel: Kisah Shimon Sakaguchi, Sang Profesor Jepang yang Menemukan “Rem” Tubuh Manusia

Ketika banyak ilmuwan muda berlomba menemukan obat baru atau teknologi canggih, Shimon Sakaguchi justru memutuskan untuk meneliti sesuatu yang tampak… membosankan.
Ia ingin tahu satu hal sederhana: “Kenapa tubuh bisa menyerang dirinya sendiri?”

Pertanyaan itu menghantuinya sejak ia menjadi mahasiswa kedokteran di Universitas Kyoto pada tahun 1970-an. Tidak ada yang menyangka, puluhan tahun kemudian, rasa penasaran itu akan membawanya ke Hadiah Nobel Kedokteran 2025.


🧬 Temuan yang Mengubah Dunia: Sel T Regulator

Sakaguchi menemukan bahwa tubuh manusia memiliki sekelompok sel imun khusus bernama T regulator (Treg).
Kalau sistem imun kita ibarat pasukan tentara, maka sel Treg adalah komandan bijak yang tahu kapan harus menembak dan kapan harus berhenti. Tanpa mereka, tubuh bisa salah target dan mulai menyerang jaringan sendiri — terjadilah penyakit autoimun.

Penemuannya membuka jalan bagi pengobatan penyakit seperti lupus, alergi berat, hingga penolakan transplantasi organ. Saat ini, lebih dari 200 penelitian klinis di dunia sedang menguji terapi berbasis Treg, dan semuanya berawal dari laboratorium kecil milik Sakaguchi.

“Tubuh manusia punya keseimbangan. Tugas saya hanya menemukannya,”
Shimon Sakaguchi, dalam wawancara Nobel Media.


🎓 Dari Kyoto ke Osaka: Perjalanan Sang Ilmuwan

Lahir di Nagahama, Prefektur Shiga pada tahun 1951, Sakaguchi tumbuh di lingkungan yang sederhana.
Setelah menyelesaikan studi medis di Kyoto, ia meneliti di Jepang dan luar negeri sebelum akhirnya menjadi profesor di Universitas Osaka, tempat ia mengajar dan memimpin riset imunologi hingga kini.

Laboratoriumnya dikenal bukan hanya karena riset mutakhir, tetapi juga karena atmosfernya yang kolaboratif. Ia kerap bekerja bersama mahasiswa muda, menyemangati mereka agar tidak takut gagal. “Penemuan besar sering datang dari rasa ingin tahu kecil,” katanya.


Jepang, Negeri Harmoni—Bahkan di Dalam Tubuh

Bagi penggemar Jepang, negeri ini identik dengan anime, sushi, dan teknologi. Tapi kisah Sakaguchi menambah satu hal lagi: keseimbangan.
Penemuan sel Treg adalah bukti nyata bagaimana konsep “和 (wa)”—harmoni yang menjadi nilai budaya Jepang—juga hidup dalam sains. Sistem imun tidak hanya menyerang; ia juga tahu kapan harus berhenti.

Sains dan budaya, rupanya, sama-sama mencari keseimbangan.


🌏 Inspirasi untuk Generasi Muda

Sakaguchi tidak pernah bermimpi menjadi terkenal. Ia hanya terus bekerja, bahkan ketika rekan-rekannya mulai menyerah. Kini, di usia 74 tahun, ia membuktikan bahwa rasa ingin tahu dan ketekunan bisa mengubah dunia.

Kisahnya bukan sekadar tentang Nobel, tapi tentang semangat belajar tanpa henti—sesuatu yang sangat “Jepang” dan sangat manusiawi.

“Saya senang jika generasi muda belajar untuk sabar, seperti sel Treg yang tidak terburu-buru menyerang.”
Sakaguchi, dengan tawa kecil.


🧩 5 Fakta Singkat tentang Shimon Sakaguchi

(versi infografis untuk media sosial, bisa dipakai di IG, X, atau TikTok)

1️⃣ Nama: 坂口 志文 (Shimon Sakaguchi)
2️⃣ Lahir: 19 Januari 1951 di Nagahama, Prefektur Shiga, Jepang
3️⃣ Universitas: Kyoto University (M.D., Ph.D.), sekarang profesor di Osaka University
4️⃣ Penemuan: Sel T regulator (Treg), “rem” sistem imun yang mencegah tubuh menyerang dirinya sendiri
5️⃣ Makna Penemuan: Membuka jalan baru terapi penyakit autoimun, alergi, dan transplantasi organ

🧠 Fun Fact: Lebih dari 200 uji klinis di dunia kini sedang mengembangkan terapi berdasarkan risetnya!