Mengapa Belajar Bahasa Jepang Lebih dari Sekadar “Komunikasi Instan”?
Di zaman di mana teknologi berkembang dengan super cepat, muncul solusi seperti “earbuds” pintar yang dapat menerjemahkan percakapan secara real-time. Namun… apakah cukup hanya dengan teknologi agar seseorang benar-benar memahami budaya, nilai, dan nuansa di balik bahasa Jepang? Jawabannya: tidak sepenuhnya. Justru dalam konteks jurusan Japanese Popular Culture, belajar bahasa Jepang memiliki nilai yang jauh lebih dalam dan luas.
1. Bahasa = Jendela Budaya
Ketika seorang mahasiswa memilih untuk belajar bahasa Jepang, bukan sekadar menuntut kemampuan “ngomong sedikit”. Ia sedang membuka jendela ke dalam budaya Jepang — cara berpikir, etika, ekspresi nilai yang tak tertulis. Teknologi earbuds mungkin bisa menerjemahkan kata-per-kata, tapi tidak menjamin bahwa penerjemahan itu membawa “rasa” budaya yang benar. Artikel dari Japan Today menanyakan: “So, again, what’s the value of learning another language when AI can handle tourism phrases, casual conversation and city navigation?” Japan Today+1 Dalam konteks mahasiswa dan orang tua yang mempertimbangkan jurusan ini, penting untuk menyadari bahwa bahasa Jepang dalam ranah Japanese Popular Culture bukan hanya “alat” tapi “pengalaman”.
2. Keterlibatan Emosional & Konteks Sosial
Saat kita belajar bahasa Jepang—mengucapkan salam dengan sopan (おはようございます ohayō gozaimasu), atau memahami ekspresi “よろしくお願いします yoroshiku onegaishimasu”—ini bukan cuma “kosakata”. Ini adalah bagian dari budaya menghormati, rasa saling percaya, kerjasama dalam setiap interaksi. Earbuds pintar bisa menerjemahkan “よろしくお願いします” menjadi “please treat me favourably”, tapi apakah penerjemahan itu membawa rasa hormat dan konteks sosial yang melekat? Belajar langsung membantu mahasiswa merasakan budaya: dari anime, manga, film hingga percakapan asli dengan penutur Jepang.
3. Motivasi yang Lebih Dalam
Orang tua dan mahasiswa perlu memahami bahwa motivasi untuk belajar bahasa Jepang sebaiknya lebih dari sekadar resume atau “nihongo untuk kerja”. Memang, memiliki bahasa Jepang di CV adalah nilai plus. Namun yang jauh lebih berharga adalah:
-
rasa percaya diri dalam percakapan nyata;
-
kemampuan berpikir kritis mengenai budaya Jepang dan Indonesia (misalnya melalui anime, manga);
-
jejaring dengan penutur asli dan komunitas budaya Jepang.
Artikel tersebut menekankan bahwa meskipun teknologi bisa menangani aspek “komunikasi sederhana”, pembelajaran bahasa membawa makna yang lebih besar. Japan Today+1
4. Bahasa Jepang + Pop Culture = Kombinasi Unik
Di Jurusan Japanese Popular Culture BINUS, mahasiswa tidak hanya belajar bahasa Jepang secara mekanik, melainkan juga bagaimana bahasa itu digunakan dalam konteks budaya populer: anime, manga, cosplay, fandom, hingga industri kreatif Jepang. Belajar dalam lingkungan ini berarti:
-
menyimak dialog asli dalam anime untuk memahami nuansa ekspresi;
-
menulis refleksi tentang tokoh anime yang mempertanyakan moral atau budaya—ini bukan hanya “apa yang dikatakan” tapi “mengapa dikatakan begitu”;
-
berkolaborasi dengan mahasiswa Jepang dan Indonesia untuk memahami perbedaan budaya—ini melatih empati, interkulturalitas, serta kritis terhadap cara kita memandang “yang Jepang” maupun “yang Indonesia”.
5. Teknologi itu Alat, Bukan Pengganti
Memang benar: semakin canggih teknologi penerjemahan otomatis, semakin menggoda untuk “menyelesaikan” belajar bahasa dengan cepat. Tapi mari kita kembali ke inti: apa yang tidak bisa dilakukan oleh earbuds pintar?
-
Memeahami ironi, humor, permainan kata yang hanya muncul dalam konteks budaya Jepang;
-
Merasakan hubungan interpersonal yang terbina melalui bahasa yang tulus;
-
Mengembangkan kemampuan berpikir kritis: misalnya memaknai nilai feminisme, keinginan manusia, moralitas dalam anime Jepang. (Ini relevan dengan tema yang Anda gunakan di jurusan!)
Artikel Japan Today menyiratkan bahwa teknologi hanya menangani “tourism phrases, casual conversation and city navigation”. yahoo.com+1
6. Bagi Orang Tua: Mengapa Investasi Ini Penting
Untuk orang tua yang mendukung anaknya masuk jurusan Japanese Popular Culture:
-
Bahasa Jepang membuka jalur ke industri kreatif yang luas: anime, game, media sosial Jepang, cosplay, hingga penelitian budaya populer.
-
Dengan kombinasi bahasa + budaya, anak Anda tidak hanya “belajar makan nasi Jepang” tapi “memahami resepnya, sejarahnya, dan mengapa orang Jepang makan seperti itu”.
-
Aktivitas berbasis bahasa seperti pertukaran mahasiswa, kolaborasi dengan Jepang, wawancara penutur asli—ini meningkatkan karakter, kepekaan budaya, dan skill global yang sangat dihargai.
7. Ringkasan Singkat
Belajar bahasa Jepang di jurusan Japanese Popular Culture BINUS artinya:
-
Lebih dari sekadar kemampuan “mengerti kata”;
-
Menyelami budaya Jepang dari dalam;
-
Menggunakan pop culture sebagai jembatan pemahaman budaya;
-
Memakai teknologi sebagai alat bantu, bukan sebagai pengganti pembelajaran bahasa.