Seni memanah sambil menunggang kuda – Yabusame
Mungkin banyak di TV maupun film yang menyajikan adegan dimana protagonist memanah musuhnya sambil mengendarai kuda. Walaupun hal seperti itu dalam dunia nyatanya pernah ada, ya… mungkin ratusan hingga seribu tahun yang lalu, di Jepang ada satu ritual yang menyangkut mengenai ini dan masih dikenal hingga saat ini yaitu, Yabusame
Awal mula Yabusame ada pada abad ke 6 sebagai bentuk dari ritual bagi para prajurit yang meminta kesehatan dan rezeki yang baik. Banyak yang percaya bahwa Yabusame pertama dilakukan di Usa, Kyushu pada kepemimpinan Kaisar Kimmei (509-571) di Kuil Usa berdoa untuk kedamaian dan hasil panen yang melimpah. Pada tahun 1187 Minamoto no Yoritomo, pendiri keshogunan Kamakura, meminta instruksi dari Saigyo Hoshi yang ahli di Yabusame untuk melakukan ritual Yabusame untuk memperingati restorasi perdamaian. Dia juga mendatangkan yang mahir dalam bidang memanah sambil menunggang kuda untuk mendiskusikan etika dan memperbaiki prosedur Yabusame. Walaupun pada satu titik Yabusame sempat berhenti digelar, Yabusame dihidupkan kembali pada tahun 1991.
Berikut adalah prosedur ritual standar Yabusame. Pertama ketika drum ditabuh, para hakim, pemanah dan, staf berkumpul dan berjalan ke kuil. Kemudian hakim dan pemanah masuk ke tempat suci sedangkan para staff berdiri di dekat tempat suci tersebut. Hakim memberikan sebuat panah khusus kepada Dewa yang nantinya akan dipakai untuk ritual ini. Hakim ini membacakan doa untuk perdamaian, panen melimpah dan kesehatan masyarakat. Setelah itu dia mempersembahkan sebuah Tamagushi kepada Dewa yang terbuat dari ranting dari pohon Sakkaki. Di beberapa kuil, dilanjutkan dengan Meigen no gi. Berakar dari kemampuan Minamoto no Yoshiie menyembuhkan penyakit kaisarnya dengan memetik tali panahnya 3 kali.
Selanjutnya Tencho chikyu no shiki, ini menandakan harapan dimana sesuatu berjalan tiada akhir seperti surga dan bumi yang kekal. Ini dilakukan dengan seorang pemanah maju ke tengah dan melakukan Gogyo no Jouho dimana menunggang kudanya dan berjalan membentuk lingkaran kekiri 3x, ke kanan 2x dan berhenti di tengah. Kemudian, setelah pemanah tersebut sudah membungkuk ke tempat suci, dia mengarahkan panahnya ke langit dan ke tanah sambil mendoakan perdamaian, panen melimpah dan kesehatan masyarakat.
Selanjutnya semuanya jalan ke lapangan. setelah para staf dan hakim berada ditempatnya masing masing mulailah Subase dimana para pemanah mengendarai kudanya dengan kecepatan penuh tanpa menembak. Selanjutnya Housha, biasanya dibagi menjadi 2 grup, mengendarai kuda dengan kecepatan penuh dan menembak sasaran mereka, ini dilakukan 2 kali. Setelah itu sudah masuk ke Kyosha atau kompetisi memanah, Sasarannya diganti dengan keramik kecil.
Sumber gambar https://medium.com/@unseenjapan/yabusame-the-art-and-ritual-of-japanese-horseback-archery-ec36db872b54
Selanjutnya masuk ke Gaijin no shiki atau upacara kemenangan dimana pemanah yang menembak sasaran terbanyak maju ke tengah dengan sebuah sasaran di tangannya dan berlutut. Seorang inspektur atau hakim melihat sasarannya lewat sela sela kipas. Setelah itu menyerukan sautan kemenangan yang kemudian diakhiri dengan Naorai dimana para partisipan meminum sake
Sumber: